Rabu, 09 Februari 2011

Shaolin (2011)


 

 Shaolin (2011)

Shaolin abbot: ” Mediation through martial arts.  In his heart,
he is beyond the need for revenge or hatred now “

Kata “Shaolin” mungkin terdengar  familiar di telinga para moviegoers dunia, khususnya bagi mereka yang pernah menjadi saksi kedigdayaan film-film beladiri Mandarin yang pernah mencapai puncak kejayaannya pada era ’80-’90an lalu. Film baku hantam ala negeri tirai bambu ini tidak jarang membawa-bawa nama besar Shaolin berserta segala cerita dan ajaran-ajaran menarik dibaliknya baik hanya sebagai pelengkap hingga menjadi kisah utama itu sendiri, salah satunya yang paling ngetop pada saat itu adalah The Shaolin Temple. Film keluaran 1982 itu memang menjadi salah satu film kung-fu legendaris hingga kini, serta berjasa besar ‘melahirkan’ sosok aktor beladiri ternama,  Li Lian Jie atau biasa kita kenal dengan nama Jet Li.
Nah, di 2011 ini sutradara sekaligus produser, Benny Chan mencoba menghadirkan kembali adaptasi baru dari kisah klasik berusia 29 tahun tersebut ke layar lebar dalam Shaolin. Benny Chan sendiri bukan anak kemarin sore di dunia perfilman Hong Kong, khususnya film-film laga bela diri. Terhitung semenjak debut penyutradaraan dalam A Moment of Romance tahun 1990 lalu, hingga City Under Siege yang hadir 2010 lalu, sutradara berusia 42 tahun ini sudah menelurkan 21 film, dan kebanyakan di bintangi oleh aktor favoritnya, Jackie Chan.
Di saat awal-awal terbentuknya Cina sebagai negara republik, para penguasa saling berperang untuk memperluas daerah kekuasaannya. Salah satunya adalah seorang panglima perang, Hao Jie (Andy Lau) bersama saudara, sekaligus orang kepercayaannya, Huo Lung (Nicholas Tse) yang baru saja menaklukan kota Dengfeng. Hao Jie sendiri adalah tipikal penguasa tiran. Sombong, terlalu percaya diri, kejam dan tidak pernah peduli pada nasib orang lain adalah sifatnya. Segala cara dilakukannya untuk dapat memperkuat posisinya sebagai penguasa, termasuk cara yang paling kotor sekalipun.
Ya, sepertinya tidak ada yang mampu mengusik Hao Jie di tampuk kekuasaanya sampai suatu saat sebuah pengkhianatan menghancurkan dirinya dan keluarganya. Hao Jie masih cukup beruntung lolos dari kematian walaupun harus dibayar mahal dengan kematian orang yang paling dicintainya. Dalam keadaan tubuh lemah penuh luka dan mental yang terpuruk, Hao Jie diselamatkan oleh para biksu yang mendiami kuil Shaolin di daerah itu. Disini secara perlahan Hao Jie mulai berdamai dengan dirinya dan menemukan ketenangan dalam ajaran Budha yang penuh kasih dan kesederhanaan. Namun sayang masa lalu tampaknya tidak ingin melepaskannya begitu saja, sekali lagi Hao Jie harus bertemu sang pengkhianat yang kini menjadi penguasa yang jauh lebih kejam dari dirinya dulu dan berusaha mengehentikan sepak terjangnya yang diluar batas kemanusiaan itu.

Serupa tapi tak sama, Meskipun bertema mirip, menceritakan sepak terjang para biksu Shaolin dalam melawan kekuasan Penguasa Tiran, Shaolin versi Benny Chan ini bukanlah remake dari The Shaolin Temple, bisa dibilang ini adalah versi lain dari film Kung Fu klasik itu. Ya, harus diakui walaupun tidak istimewa, Alan Yuen cukup berhasil mengkonversi tema old school tersebut menjadi cerita yang  lebih fresh dan mudah ‘dikunyah’ oleh semua kalangan, apalagi tidak seperti versi lamanya, Shaolin lebih menitikberatkan pada transformasi karakter utamanya dari sosok antagonis menjadi pahlawan dengan tidak lupa memasukan banyak petuah dan ajaran-ajaran Budha yang penuh kebersahajaan, kasih sayang, dan pengorbanan  didalamnya.
Tenang saja, anda masih tetap menyaksikan rangkaian aksi bela diri didalamnya, mungkin tidak sedahsyat dan sebanyakan dwilogi Ip Man, namun setidaknya melalui tangan dingin Corey Yuen sang koreografer kita masih dapat menyaksikan momen-momen ‘jual beli’ pukulan dan tendangan yang diwarnai dengan jurus-jurus maut nan indah khas kuil Shaolin yang legendaris itu, plus tatanan sinematografi yang apik Anthony Pun membuat Shaolin sukses menghadirkan paket lengkap sebuah film bela diri yang menghibur.
Tidak terlalu mengejutkan jika Shaolin mampu menjadi blockbuster di negaranya, selain kisahnya sendiri cukup menarik, simple dan penuh pesan moral, lihat juga deretan nama pemainnya yang jelas akan menjual tiket dengan jumlah sangat banyak. Jika nama seorang Andy lau sendiri saja sudah lebih dari cukup untuk membuat film ini ditonton jutaan pasang mata, bagaimana jika masih ditambah nama Nicholas Tse, dan,  the one and only, Jackie Chan?! Jelas sebuah ensemble cast yang sulit untuk ditolak bukan? meskipun faktanya Jackie sendiri hanya didapuk sebagai karkater penggembira saja yang kehadirannya jika hitung-hitung tidak lebih dari 15 menit, atau Andy Lau yang lagi-lagi dengan sangat menyesal harus saya katakan aktor yang belum kehilangan pesonanya ini tampil datar dan kurang mampu menggali karkaternya yang seharusnya menjanjikan. Transformasi dari seorang Panglima peran tiran menjadi seorang Biksu penuh welas asih tampak terlalu teburu-buru dan kurang dijiwai dengan baik. Bisa jadi hanya seorang Nicholas Tse yang satu-satunya mampu tampil konsisten dan menyakinkan sepanjang 131 menit.
Ah, namun siapa sih yang terlalu memperdulikan jika Shaolin memiliki cerita yang tidak istimewa, Jackie Chan yang tampil singkat (namun sangat menghibur) atau Andy lau dengan akting yang pas-pasan, toh sebagai sebuah film bertemakan aksi laga klasik, Shaolin dibawah asuhan  Benny Chan ini sudah sukses menghadirkan sebuah paket hiburan lengkap dengan tidak lupa menyelipkan petuah-petuah dan ajaran-ajaran moral didalamnya. Jadi selamat menikmati dan tidak lupa saya ucapakan Gong Xi Fat Chai, Selamat Imlek bagi anda yang merayakannya! Semoga di tahun kelinci emas ini anda semua yang sudah setia membaca blog sederhana ini akan diberikan kemudahan dalam segala hal






 DOWNLOAD WITH MEDIAFIRE


0 komentar:

Posting Komentar